Jumat, 23 Maret 2012

Ketahanan Air dan Pangan di Indonesia

Ketahanan Air dan Pangan di Indonesia

Ketahanan Air dan Pangan, itulah tema yang diusung dalam peringatan Hari Air Dunia 2012 di Indonesia. Tema ini diadaptasi dari tema World Water Day 2012 tingkat internasional. Puncak peringatan Hari air Dunia sendiri akan dilaksanakan pada 22 Maret ini.

Ketahanan Air dan Pangan merupakan dua permasalahan yang beberapa tahun terakhir harus dihadapi Indonesia. Dalam hal ketahanan air, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi air yang sangat melimpah. Saking melimpahnya, seringkali Indonesia mengalami surplus air yang mengakibatkan banjir di berbagai daerah.

Namun di saat yang lain, Indonesia juga sering kali mengalami defisit air berupa bencana kekeringan di berbagai daerah. Tidak jarang sebuah daerah yang saat musim penghujan mengalami surplus air (banjir) saat kemarau gantian mengalami defisit air (kekeringan). Sebuah ironi, saat berlebih maupun kekurangan air sama-sama membawa bencana alam di Indonesia.

Sistem Irigasi

Dengan curah hujan rata-rata tahunan Indonesia yang mencapai 2.779 mm, hanya 270 mm saja yang tersimpan di dalam tanah menjadi air tanah (Data Deptan, Statistik Pertanian, 2001). Sisanya, sekitar 66% menjadi air limpasan permukaan (run off). Air limpasan inilah yang kemudian menjadi sumber bencana banjir.

Padahal air, di samping karbondioksida (CO2) merupakan kompenen utama fotosintesis bagi tumbuhan, tidak terkecuali bagi berbagai tanaman pangan. Kelangkaan air (kekeringan) akan berakibat secara langsung pada kegagalan panen dan terganggunya ketahanan pangan. Saat surplus air pun sama. Hampir setiap tahun kita dapati kenyataan gagal panen di berbagai daerah yang diakibatkan terjangan bencana banjir (surplus air). Jadi ketersediaan air, sebagai salah satu prasyarat ketahanan air, akan mempunyai dampak langsung terhadap ketahanan pangan.

Seandaianya 66 % air hujan yang selama ini terbuang dan membawa bencana banjir mampu kita kelola menjadi air simpanan, niscaya petani-petani Indonesia tidak perlu menghawatirkan bencana kekeringan maupun gagal panen. Baik gagal panen lantaran air berlimpah (banjir) maupun sebaliknya gagal panen akibat kekurangan (kekeringan) air.

Penyimpanan air yang oleh beberapa ahli diistilahkan sebagai memanen air, atau pernah juga saya tulis dalam artikel “Menanam Air Hujan” merupakan salah satu usaha untuk menjaga ketersediaan sumber daya air. Untuk menjaga ketersediaan sumber daya air ini perlu juga dilakukan pengelolaan daerah hulu sebagai daerah tangkapan air, hingga berbagai langkah kecil seperti pembiasaan hemat air, maupun pembuatan sumur resapan air dan biopori di daerah pemukiman penduduk.

Selain menjaga ketersediaan air diperlukan juga pola distribusi serta pemanfaatan sumber daya air (termasuk sarana irigasi) yang baik untuk menjamin ketahanan air. Di mana ketahanan air sendiri dapat diukur dari empat komponen yaitu ketersediaan yang mencakup kualitas dan kuantitas, aksesibilitas keadilan distributif dan daya jangkau masyarakat. Apalagi tentunya bukan hanya sektor pertanian saja yang membutuhkan ketahanan air.

Saat sebuah negeri yang mengaku sebagai negara agraris dengan potensi air yang melimpah ruah namun menjadi importir beras dan bahan pangan lainnya adalah sebuah bukti kegagalan ketahanan air. Untuk melihat negeri itu kita tidak perlu kemana-mana.

Referensi dan sumber:

  • alamendah.wordpress.com/2010/10/15/krisis-air-bersih-di-indonesia-yang-kaya-air
  • www1.pu.go.id-uploads-berita-ppw120208rnd.htm
  • gambar: Koleksi pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar